Aku teringat aku sering menangis terisak karenanya.
Seharusnya aku sudah tau, kalau saat itu jalan hidup kita sudah berbeda.
Kita sudah berada di rel yang berbeda.
Hanya saja rasa cintaku padamu selalu berada di urutan yang pertama.
Membutakan apa saja yang melintas di depannya.
Aku tidak pernah mengerti apa yang engkau katakan.
Karena sejujurnya kata perpisahan adalah yang paling aku takutkan.
Selalu mengelak kenyataan.
Hingga akhirnya membuatmu berkata yang tidak ingin aku dengar.
Banyak kata yang tak terucap.
Menuntutmu berbuat yang tepat.
Tapi sayang mulut ini kelu untuk berucap, karena cinta menahannya.
Membiarkannya hingga jadi abu.
Hingga akhirnya semua terlambat.
Dan aku pun terbuang dengan perlahan.
Kamu berbicara seakan semua itu realita.
Kau membuat realita untukku.
Kau bangun dunia baru untukku.
Kau tinggalkan aku disitu.
Aku tak marah, aku masih tetap mencintaimu.
Hingga kemarin.
Hingga kemarin aku tau.
Walau tak sepenuhnya tau.
Aku tak peduli ini permainanmu atau ini memang realita.
Tapi bagiku cukup sudah.
Aku membuatmu menjadi masa laluku.
Itu pilihanku, dan seharusnya aku tau itu.
Dan seharusnya aku mensegerakan untuk merelakanmu.
Aku rela sudah, silahkan kau pergi bersama orang yang bisa kau bahagiakan.
Seperti permintaanku dulu.
Aku bukan seperti orang yang kau pikirkan.
Dan sekali lagi
banyak orang yang merasa tau tentang hidup orang lain, padahal tidak
Aku tau hidupku,
dan aku tau hidupku sudah banyak andil tanganmu.
Lepaskan tanganmu.
Aku telah pergi, kau pun telah pergi.
Jika kamu membenciku dan itu membuatmu bahagia.
Aku tidak apa - apa.
Sungguh.
Asal tidak ada hinaan diantara kita. Karena ku tak pernah menghinamu.
Engkau masa lalu ku, tapi engkau pendewasaanku.
Engkau masa lalu ku, tapi engkau pendewasaanku.
0 Comment.:
Post a Comment